Sate dan Gule Kambing 29, Jalan Letjen Soeprapto 29, Purwodinatan, Semarang atau seberang Gereja Blenduk. (Badiatul Muchlisin Asti) |
Rabu, 16 April 2025
Usai salat Zuhur berjemaah di musala Stasiun Poncol
Semarang, jam di pergelangan tangan saya menunjukkan pukul 12.15. Masih ada waktu
sekitar dua jam untuk cari makan siang. Di tiket Kedungsepur yang sudah saya
kantongi, kereta akan berangkat dari Stasiun Poncol menuju Stasiun Karangjati
pukul 13.50.
Saya pun segera bertolak menuju pintu keluar. Bergegas
mencari ojol. Siang itu, saya ingin makan nasi koyor Kota Lama yang sudah
terkenal. Saya belum pernah makan di situ, tapi dari kabar yang saya peroleh,
katanya nasi koyornya enak, bahkan konon paling enak di Kota Semarang.
Benarkah?
Nasi Koyor Kota Lama Habis
Saya pesan ojol lewat aplikasi. Begitu dapat, beberapa detik
kemudian dicancel oleh tukang ojolnya. Mungkin karena terlalu dekat. Ojolnya
males. Saya bersegera ingin pesan lagi, tapi seorang pengojol Gojek mendekati
saya dan menawarkan ojek. Dan karena deal tarif, saya mengiyakan.
Warung Makan Nasi Koyor Kota Lama, sampai di warung nasi koyornya sudah habis. (Badiatul Muchlisin Asti)
Saya pun segera dibawa menuju Kota Lama. Tapi ola la la, tukang ojolnya ternyata gak tahu lokasi warung nasi koyor Kota Lama. Padahal sudah terkenal. Kirain tadi saya bilang mau ke warung nasi koyor Kota Lama, jenengan sudah tahu pak, kata saya kepadanya. Dia diam.
Beberapa saat kemudian drama muter-muter pun sempat terjadi,
sebelum akhirnya saya buka maps. Sabar, ini ujian, batin saya
menghibur diri. Maunya cepat karena ngejar waktu, tapi malah ketemu tukang ojol
yang belum berpengalaman soal rute dan destinasi haha…
Meski sudah pakai maps, tetap muter-muter juga. Akhirnya
tanya ke seorang satpam yang sedang duduk di depan sebuah gedung. Ternyata
sudah dekat, walau harus lewat jalan memutar. Ketimbang memutar, saya minta
diturunkan di situ saja dan pilih jalan kaki sekitar 100 meter.
Pukul 13 kurang dikit saya sampai di depan Warung Nasi Koyor
Kota Lama. Sebelum masuk ke warung, sempat jepret-jepret sejumlah gedung
sebentar, mengabadikan suasana Kota Lama di siang hari yang terik. Tapi, begitu
saya masuk warung dan memesan nasi koyor, subhanallah, ibu pemilik
warung bilang, nasi koyornya sudah habis. Aduhai hahaha…
Akhirnya, gerak cepat dalam rangka mengejar waktu, bergeser
ke target kulineran yang lain. Tak jauh dari Warung Nasi Koyor Kota Lama
terdapat Sate dan Gule Kambing 29. Lokasinya di Jalan Letjen Soeprapto 29,
Purwodinatan, atau persis di seberang Gereja Blenduk alias GPIB Immanuel. Di
rumah makan ini terdapat sate buntel yang katanya mak nyus. Saya pun
bergegas jalan kaki menuju ke situ.Gereja Blenduk yang berada di Kota Lama Semarang, di seberang gereja inilah Sate dan Gule Kambing 29 berada. (Badiatul Muchlisin Asti)
Sate Buntel di Sate dan Gule Kambing 29 Kota Lama
Sate buntel di Sate dan Gule Kambing 29 ini direkomendasikan
Pak Bondan Winarno. Mendiang pakar kuliner Bondan Winarno merekomendasikan sate
buntel ini di bukunya yang berjudul 100 Mak Nyus Joglo Semar:
Jogja-Solo-Semarang (2016) dan 100 Mak Nyus Jalur Mudik: Jalur Pantura
dan Jalur Selatan Jawa (2018).
Meski juga hadir di Semarang, sate buntel aslinya merupakan
sate kambing ikonis khas Solo. Bagi saya, sate buntel ini sate kambing anti
mainstream karena proses dan bentuknya yang berbeda. Tak seperti sate kambing
pada umumnya, sate buntel dagingnya dicacah lembut terlebih dulu, dibumbui,
lalu dibungkus dengan lapisan lemak jala tipis, ditusuk dengan sujen dari bumbu
yang agak besar, baru dibakar.
Karenanya, meski lapisan lemak jalanya agak liat saat
digigit, tapi daging di dalamnya terasa empuk dan juicy.
Saya penyuka sate buntel karena dagingnya yang lembut.
Perjalanan kulineran saya menyantap sate buntel di Solo bisa dibaca di artikel
berjudul Cerita Kelezatan Sate Buntel, Kuliner Eksotis dan Ikonis Khas Solo.
Sedang di Semarang, saya pernah menyantap sate buntel ayam di Festival Kuliner
Lezatnesia yang dihelat komunitas Kuliner Semarang Brothetfood. Tahun berapa
saya lupa. Dua tusuk sate buntel (satu porsi) di Sate dan Gule Kambing 29 yang legendaris sejak tahun 1963. (Badiatul Muchlisin Asti)
Setelah masuk ke Sate dan Gule Kambing 29, sejenak lihat price
list menu yang ditempel di tembok, saya segera memesan seporsi sate buntel,
seporsi nasi, dan es teh tawar. Seorang lelaki muda berseragam kaos berwarna orange melayani saya dengan ramah.
Setelah melakukan pemesanan, saya pilih tempat duduk yang pas dan nyaman.
Siang itu, saat saya masuk ke rumah makan dengan menu serba
kambing itu, pengunjung tak terlalu ramai. Mungkin karena sudah lewat jam makan
siang. Jadi saya masih bisa leluasa memilih tempat duduk.
Tak berapa lama kemudian, di depan saya sudah terhidang
seporsi sate buntel, nasi, dan es teh. Sate buntelnya hanya terdiri dari dua
tusuk. Setelah jeprat-jepret sebentar, saya pun segera menyantapnya dengan
lahap. Selain karena sudah lapar, sate buntelnya juga enak.
Harganya? Dua tusuk sate buntel dihargai Rp 95.000. Mahal?
Relatif sih menurut saya. Bagi saya, menikmati sate buntel di tengah kawasan
kota yang eksotis seperti Kota Lama, ditunjang jejak historis kuliner yang panjang
dan melegenda, harga segitu memang sudah sewajarnya.
Apalagi Warung Sate dan Gule Kambing 29 menyajikan suasana
makan berinterior klasik yang bersih dan asyik, yang di antara dinding ruangannya
dipenuhi foto-foto bersejarah Kota Semarang. Juga volume dagingnya besar dan
sudah lembut, jadi tinggal disantap tanpa banyak effort mengunyah hahaha…Price list menu di Sate dan Gule Kambing 29, Depan Gereja Blenduk, Kota Lama, Semarang. (Badiatul Muchlisin Asti)
Di Solo, kota asal sate buntel, price seporsi sate buntel
Mbok Galak saat ini Rp 80.000,-. Sate buntel Bu Bejo Lojiwetan yang juga
legendaris Rp 99.500. Jadi sepadan. Di Sate dan Gule Kambing 29, hemat saya,
kita tidak sekedar menikmati cita rasa kelezatan sate buntel yang melegenda,
tapi juga mengudap jejak sejarah yang panjang.
Setelahnya, kita masih bisa menikmati pesona kawasan Kota
Lama yang eksotis.
Selanjutnya, banyak pilihan kuliner legendaris lainnya di
Kota Lama yang bisa kita coba. Selain nasi koyor Kota Lama, gule kambing
Bustaman Pak Sabar juga layak dicoba. Untuk yang saya sebut terakhir, saya
sudah membuktikannya.
Penutup
Menurut informasi yang saya dapatkan, Sate dan Gule Kambing
29 Kota Lama Semarang telah menempuh jejak historis yang panjang. Telah eksis
sejak tahun 1963 dan beralih ke generasi ketiga.
Saya tidak bisa menggali informasi lebih lanjut tentang
rumah makan ini melalui bincang santai dengan pengelolanya seperti biasanya,
karena waktu yang terbatas. Saya harus segera kembali ke Stasiun Poncol untuk
mengejar jadwal kereta Kedungsepur.
Yang saya tahu, selain sate buntel yang menjadi andalan, Pak
Bondan juga merekomendasikan untuk tidak melewatkan pepes otak kambing dan
pepes olor bila berkunjung ke Sate dan Gule Kambing 29. Mungkin nanti bila
berkesempatan balik ke sini.
Juga, sejak 2023, Sate dan Gule Kambing 29 secara resmi membuka
cabang di Kompleks Yos Sudarso Square A.31 (arah Bandara Internasional Ahmad
Yani) Semarang. Rumah makan buka 08.00 – 21.00. Selamat mencoba!