GpOpBUdpGSz7TfA0TSG7TpAlTi==

Headline:

Cerita Tentang Nasi Glewo Koyor dan Es Selendang Mayang di Festival Kuliner Pulang Semarang 2025

Stand nasi glewo Mak Lis di Festival Kuliner Pulang Semarang 2025. (Badiatul Muchlisin Asti)
Senin (7/4/2024) sore, saya berkesempatan mengunjungi Festival Kuliner Pulang Semarang 2025 yang dihelat di area parkir Metro Point, Kota Lama, Semarang. Dan hari itu adalah hari terakhir festival yang sudah dimulai sejak Sabtu, 29 Maret.

Festival Kuliner Pulang Semarang sendiri merupakan gelaran festival yang rutin diadakan setiap tahun. Pada penyelenggaraan festival sebelumnya, tahun 2023, saya sempat hadir mengunjungi dan reportasenya saya tulis untuk Telusuri.id dengan judul Menyantap Nasi Glewo Koyor dan Es Puter Conglik di Festival Kuliner Pulang Semarang.

Adapun pada penyelenggaraan Festival Kuliner Pulang Semarang tahun 2024 saya absen, tidak bisa menyempatkan waktu untuk mengunjungi, karena agenda lebaran yang padat. Pada festival tahun 2025 ini nyaris juga terlewat, hingga akhirnya saya dapat menyempatkan mengunjunginya pada hari terakhir festival.

Tentang Festival Kuliner Pulang Semarang

Festival Kuliner Pulang Semarang menjadi agenda rutin tahunan bagi komunitas Kuliner Semarang Brotherfood. Festival dihelat untuk menyediakan destinasi kuliner bagi para pemudik, sehingga frasa yang dipakai untuk gelaran festival ini adalah “Pulang Semarang”.

Gerbang masuk ke arena Festival Kuliner Pulang Semarang 2025 di arena parkir Metro Point, Kota Lama, Semarang. (Badiatul Muchlisin Asti)
Targetnya adalah para pemudik yang pulang ke Semarang, sekadar lewat, atau para petualang kuliner yang tertarik datang ke festival kuliner seperti ini. Ide dasarnya, para pemudik umumnya mencari destinasi kuliner yang sudah sangat populer dan legendaris. Sedang kuliner yang kategori second class jarang menarik minat para pemudik.

“Maka, yang second class dan cita rasanya sebenarnya relatif tak jauh beda dengan yang sudah populer, saya ajak gabung membuka stan di festival ini,” terang Firdaus Adinegoro, sosok di balik gelaran Festival Kuliner Pulang Semarang, saat saya berkesempatan ngobrol santai dengannya sore itu.

“Dan karena (di festival) lebih banyak pilihan (kuliner)-nya, lintas usia, sejak anak-anak, remaja hingga dewasa, festival menjadi magnet tersendiri bagi para pemudik,” jelas Pak Firdaus—begitu saya menyapanya, lebih lanjut.

Juga saat lebaran, lanjut Pak Firdaus lagi, umumnya banyak rumah makan yang tutup, sehingga festival kuliner ini menjadi pilihan destinasi kuliner saat lebaran. Adapun soal variasi menu yang ditawarkan, sejauh ini memang belum banyak perubahan.

“Belum muncul menu yang surprised,” katanya.

Firdaus Adinegoro, sosok di balik gelaran Festival Kuliner Pulang Semarang. (Badiatul Muchlisin Asti)
Dan karena saya datang pada hari terakhir, sejumlah stan sudah mulai ada yang tutup. Pengunjung juga sudah relatif sepi. Menurut Pak Firdaus, puncak pengunjung terjadi pada hari-hari lebaran.

Kesuksesan Festival Kuliner Pulang Semarang yang boleh dibilang sudah menjadi agenda rutin tahunan, menjadikan Pak Firdaus mengaku ingin membuat festival serupa di sejumlah kota/kabupaten di Jawa Tengah. “Karena fenomenanya sama, para pemudik butuh destinasi wisata kuliner pada momentum lebaran,” terangnya.

Nasi Glewo Koyor, Kuliner Khas Semarang

Saat saya berkeliling dari stan satu ke stan lainnya, sejumlah stan memang sudah tutup. Atau belum buka, saya tidak tahu. Sejumlah kuliner khas Semarang saya lihat ada di festival, seperti tahu gimbal dan lumpia. Es puter congklik, menurut informasi Pak Firdaus juga ada, tapi saya lihat stannya tutup. Dan satu lagi, yang selalu memantik saya untuk mencicipinya, yaitu nasi glewo.

Menurut saya, nasi glewo ini kuliner khas Semarang yang ‘aneh’ tapi nyata. Secara taste, menurut saya, enak. Sekilas mirip dengan nasi gandul khas Pati, tapi kenapa kuliner ini sulit ditemui di Semarang. Artinya, kenapa nyaris tidak ada warung yang eksis dengan menu nasi glewo di Semarang.

Sejauh ini, nasi glewo hanya muncul di festival saja. Saat saya tanya, kenapa hal itu bisa terjadi, Pak Firdaus juga tak punya jawaban pasti.

Nasi glewo koyor Mak Lis yang telak eksis sejak tahun 1955. (Badiatul Muchlisin Asti)
Saat saya mampir di stan nasi glewo, saya segera memesan satu porsi. Sekedar ingin mencicipi cita rasanya, karena ternyata penjualnya beda dengan penjual nasi glewo di Festival Kuliner Pulang Semarang tahun 2023.

Di festival yang tahun 2023, penjualnya bernama Ira Agustini, perempuan asal Bangka Belitung yang hijrah ke Semarang karena kerja dan akhirnya menjajal peruntungan membuka katering di daerah Tlogobiru, Pedurungan.

Menurut infomasi yang disampaikan Pak Firdaus, Mbak Ira Agustini pulang ke kampung halamannya di Bangka Belitung. Pada festival tahun ini, stan nasi glewo diisi oleh pelapak lain, yaitu nasi glewo Mak Lis. Menurut informasi yang saya peroleh, nasi glewo Mak Lis pernah mangkal di lantai basement dekat parkir Java Supermall Semarang. 

Dan informasi terbaru yang saya dapatkan, mulai 5 Mei 2025 nanti, nasi glewo koyor Mak Lis akan mangkal di Jalan MT Haryono, depan SD Pangudi Luhur Santo Yusuf, mulai buka pukul 18.00. 

Di stan nasi glewo, saya dilayani Rafa, seorang remaja berusia 20 tahun. Kepada saya, Rafa mengaku hanya ‘dikontrak’ untuk menjaga stan selama festival berlangsung. Saat saya tanya soal pengunjung, Rafa bilang, dua hari terakhir pengunjung menurun. Terbanyak pengunjung, menurutnya, saat lebaran.

Ada empat pilihan isian nasi glewo yang ditawarkan di stan nasi glewo yang dijaga Rafa, meliputi: nasi glewo daging, nasi glewo koyor, nasi glewo paru, dan nasi glewo telur. Saya memilih nasi glewo koyor yang secara entitas lebih otentik sebagai isian nasi glewo.

Rafa pun segera meracikkannya untuk saya. Seporsi nasi glewo koyor ditaruh di paper bowl ukuran sedang, yang lebih dari cukup menuntaskan keinginan saya mencicipi cita rasa nasi glewo koyor.

Rafa sedang melayani pengunjung yang memesan nasi glewo daging. (Badiatul Muchlisin Asti)
Saya cicipi kuahnya terlebih dahulu, tone-nya gurih-manis. Enak. Taste-nya tak jauh beda dengan nasi glewo koyor buatan Mbak Ira Agustini. Bubuhan kecap, sambal, dan perasan jeruk nipis, membuat cita rasanya makin lezat. Sebenarnya, cita rasa nasi glewo ini, taste tradisionalnya akan terasa lebih nendang dan kuat bila disajikan dalam piring yang dilapisi daun pisang.

Sayang, kuliner seenak ini, masih sulit dijumpai di Semarang. Sejauh yang saya tahu, belum ada warung yang menjualnya, yang bisa dijadikan jujugan sewaktu-waktu bila pengin menyantapnya, kecuali nasi glewo Mak Lis yang informasinya baru saya peroleh.

Es Selendang Mayang Khas Betawi

Ingin ‘dejavu’ seperti tahun 2023, setelah menyantap nasi glewo koyor kemudian lanjut menyeruput es puter conglik yang sangat legendaris di Semarang—tapi ternyata stannya (sudah) tutup. Akhirnya, pilihannya jatuh pada es selendang mayang, minuman tradisional khas Betawi.

Stan es selendang mayang di Festival Kuliner Pulang Semarang 2025. (Badiatul Muchlisin Asti)
Namanya cantik seperti tampilannya yang berwarna merah, putih, dan hijau. Soal nama yang cantik itu, sebuah sumber menyebutkan, nama selendang mayang kerap dikaitkan dengan cerita rakyat yang muncul pada tahun 1990-an. Ceritanya, jagoan Betawi bernama Jampang jatuh hati kepada seorang perempuan cantik bernama Mayangsari.

Digambarkan, rambut Mayangsari ikal terurai, berhidung mancung, serta memiliki mata yang indah meneduhkan. Orang-orang mengasumsikan Mayangsari sebagai inspirasi nama untuk minuman dengan tampilan menarik dan segar, sehingga selendang mayang ini diibaratkan dapat dinikmati bagi pandangan mata dan rasa. 

Selendang mayang mirip agar-agar tetapi lebih kenyal dan lembut. Terbuat dari tepung hunkwe dan tepung tapioka yang dicetak dalam loyang besar seperti tampah.

Secara tradisional, selendang mayang disajikan dengan cara dipotong-potong menggunakan pisau dari bilah bambu, dimasukkan ke dalam mangkuk atau gelas, lalu disiram kuah santan, diberi sirop gula merah, dan es batu. Cita rasa gurih santan berkolaborasi dengan manisnya sirop gula merah. Semakin nikmat dan segar dengan tambahan es batu.

Es selendang mayang dengan tambahan pugas yang meriah. (Badiatul Muchlisin Asti)
Di Jakarta, sebagian masyarakat menyebut minuman ini bendrong. Menurut Sylviana Murni dalam buku Kuliner Khas Betawi (2012), penamaan es selendang mayang lebih karena faktor nonteknis untuk membuat minuman ini lebih mudah dikenal karena namanya yang unik. Persebaran es ini, menurutnya, banyak terdapat di daerah Petak Sembilan, Palmerah, dan sebagainya.

Di Festival Kuliner Pulang Semarang, es selendang mayang tampil plus, dalam arti tampil dengan tambahan pugas yang meriah. Ada tambahan dawet, sagu mutiara, cincau, potongan buah nangka, dan avokad. Seporsi es selendang mayang pun bikin perut kenyang hahaha…

Oleh-oleh Ayam Asap

Sebelum pulang, saya membawa oleh-oleh sekedar untuk icip-icip yang di rumah. Ayam asap yang saya pilih karena saya belum pernah mencicipinya. Ayam asap sendiri, sesuai namanya, adalah salah satu jenis daging ayam olahan yang dimatangkan dengan cara diasap. Dagingnya empuk dan juicy.

Menjadikan ayam asap sebagai oleh-oleh, sekadar icip-icip untuk keluarga di rumah. (Badiatul Muchlisin Asti)
Di Festival Kuliner Pulang Semarang, ayam asap dijual dalam bentuk potongan dengan bumbu kelapa yang gurih manis. Dilengkapi sambal terasi. Enak. Dan enaknya khas.

Sebagai sebuah even tahunan, bagi saya, Festival Kuliner Pulang Semarang perlu dipertahankan, bila perlu dikembangkan dengan menggandeng pelaku kuliner lainnya yang menawarkan variasi menu khas yang sejauh ini jarang dijumpai. 

Sampai jumpa di Festival Kuliner Pulang Semarang tahun yang akan datang ya!

Daftar Isi

 


 


Formulir
Tautan berhasil disalin