![]() |
Nasi tumpang koyor Mbah Rakinem, melegenda sejak 1950. (Badiatul Muchlisin Asti) |
Tulisan ini berisi memoar saya sehari menjelajah kuliner bersejarah khas Salatiga saat lawatan ke Salatiga pertengahan Juni 2022 lalu. Tulisan ini tayang pertama kali di Telusuri ID dalam dua tulisan edisi 18 dan 19 Agustus 2022 dengan judul "Berburu Kuliner Bersejarah Khas Salatiga (1) dan (2)". Tulisan saya repost di blog ini dan saya bagi menjadi tiga bagian demi efektivitas keterbacaan. Selamat membaca!
Dalam pustaka kuliner Indonesia, nama Salatiga
nyaris luput disebut. Meski sebenarnya, Salatiga sebagai destinasi kuliner
cukup menarik untuk diperbincangkan. Apalagi pada 2021, Salatiga telah ditetapkan sebagai
Kota Kreatif Indonesia dan mewakili Indonesia dalam nominasi Creative City of
Gastronomy UNESCO Creative City Network (UCCN).
Pengusulan City of Gastronomy berkaitan dengan
upaya membangun Salatiga sebagai kota kreatif kuliner dengan historisnya. Senyatanya,
kota yang pernah mendapat julukan sebagai De Schoonste Stad van Midden-Java
alias kota terindah di Jawa Tengah ini memiliki sejumlah kuliner khas yang
memiliki jejak historis yang panjang. Sehingga dapat dijadikan sebagai bahan
memperkuat narasi bagi gastronomi Salatiga.
Sebagai wujud komitmen merealisasikan Salatiga
sebagai Kota Gastronomi, sejak 2021 Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga juga
telah menetapkan 10 detinasi kuliner terbaik yang memiliki jejak sejarah
panjang—yang disebut sebagai Kuliner Bersejarah (Culinary Heritage)
Salatiga.
Kesepuluh kuliner itu adalah: Bakso Babat
Taman Sari, Ronde Sekoteng Jago, Kopi Babah Kacamata, Roti Tegal, Enting-Enting
Gepuk Cap Klenteng & 2 Hoolo, Getuk Kethek, Soto Esto, Soto Kesambi Pak
Wianto (Tan Ping Tjwan), Tumpang Koyor Mbah Rakinem, dan Tumpang Koyor Bu Kori.
Pertengahan Juni 2022 lalu, saya berkesempatan
melakukan lawatan ke Salatiga atas undangan dari sebuah lembaga pendidikan
untuk menjadi narasumber sebuah acara literasi. Kesempatan itu saya manfaatkan menjelajah kuliner
bersejarah khas Salatiga yang
belum pernah saya cicipi. Saya pun datang lebih awal
dari jadwal saya mengisi acara.
Tumpang Koyor Mbah Rakinem Sejak 1950
Destinasi kuliner bersejarah Salatiga pertama
yang saya tuju adalah nasi tumpang koyor Mbah Rakinem. Sengaja saya tidak sarapan
dari rumah, berharap dapat sarapan nasi tumpang koyor Mbah Rakinem. Pukul sembilan
lebih dikit, mobil yang saya tumpangi berjalan perlahan menuju halaman sebuah rumah
yang di depannya terpampang tulisan “Warung Makan Sambel Tumpang Koyor Mbah
Rakinem Sejak 1950”.
![]() |
Berfoto di depan WM. Tumpang Koyor Mbah Rakinem, Salatiga. (Badiatul Muchlisin Asti) |
Warung makan Tumpang Koyor Mbah Rakinem memang
berkonsep rumahan. Bentuknya tak seperti lazimnya sebuah warung makan. Tempat berjualannya menyatu
dengan dapur yang masih bergaya tempo dulu. Memasaknya masih memakai pawon atau
tungku tradisional dengan kayu bakar.
Satu-satunya yang menunjukkan bahwa rumah itu sekaligus
merupakan warung makan adalah adanya meja dan kursi panjang di depan rumah dan
papan nama bertulisankan Tumpang Koyor Mbah Rakinem. Di antara papan nama itu pemberian
dari Pemkot Salatiga, karena Tumpang Koyor Mbah Rakinem termasuk salah satu
dari 10 Kuliner Bersejarah (Culinary Heritage) yang ditetapkan oleh
Pemkot Salatiga.
Terbuat dari Tempe Bosok
Setelah saya memesan tumpang koyor, Mbak Jumiyati
langsung sigap meracikkannya untuk saya. Apa itu tumpang koyor? Tumpang koyor adalah sebuah masakan yang terdiri dari sambal tumpang dengan
tambahan koyor atau otot sapi. Sambal tumpang sendiri terbuat dari tempe
semangit atau orang Jawa lazim menyebutnya dengan sebutan tempe bosok (busuk).
![]() |
Mbak Jumiyati sedang meracikkan nasi tumpang koyor untuk pelanggannya. (Badiatul Muchlisin Asti) |
Tempe busuk seperti itu, menurut sejumlah
penelitian—seperti yang dilansir alodokter.com, justru kandungan
antioksidannya lebih tinggi dibandingkan dengan tempe yang masih segar.
Antioksidan ini sangat berguna, antara lain untuk meningkatkan daya tahan
tubuh, melancarkan metabolisme, menambah stamina, memperbaiki nafsu makan,
mencegah pembentukan sel kanker, dan banyak lagi manfaat lain bagi kesehatan.
Dalam seporsi tumpang koyor terdapat dari nasi yang diberi daun pepaya dan cacahan pepaya muda
rebus, tahu, koyor, lalu diguyur kuah sambal tumpang.
Sambal tumpang sendiri tidak terlalu asing
bagi saya, karena di Grobogan tempat tinggal saya juga tak sedikit dijumpai
penjual sambal tumpang—meski tastenya berbeda dengan sambal tumpang ala
Salatiga. Apalagi ada tambahan koyor yang menjadikan kuliner bersejarah ini
semakin sedap dan cita rasanya sangat khas.
Bagi yang tidak menyukai koyor, ada pilihan
tulang muda dan cingur alias bagian moncong sapi. Rasanya empuk dan kenyal.
Saya sendiri memilih paket komplet, yaitu tumpang koyor plus tulang muda dan
cingur. Saat menyantapnyam ditemani kerupuk karak—atau di daerah saya disebut
dengan kerupuk puli atau kerupuk gendar—yang sangat gurih dan kriuk, yang menjadikan
cita rasa nasi tumpang koyornya terasa semakin mantap.
Berjualan Hanya empat Jam
Warung Makan Tumpang Koyor Mbah Rakinem buka
hanya empat jam saja. Mulai jam 06.00 hingga 10.00 WIB. Sehingga pagi-pagi
warung ini sudah ramai dikunjungi pelanggannya, baik yang berasal dari Kota
Salatiga maupun yang datang dari luar kota.
Saat saya datang, warung nampak sepi. Namun di
tengah-tengah saya menikmati seporsi nasi tumpang koyor, pelanggan mulai
berdatangan lagi—meski koyornya sudah habis dan yang tersisa hanya tulang muda
dan cingur.
![]() |
Sambel tumpang dalam nasi tumpang koyor terbuat dari bahan utama tempe bosok atau tempe over-fermented. (Badiatul Muchlisin Asti) |
Sorenya, tumpang koyor harus sudah diolah dan
dibuat, lalu diinapkan semalam. Paginya, tumpang koyor dihangatkan kembali.
Dengan cara seperti itu, menurut Mbak Jumiyati, tumpang koyor menjadi lebih lezat
dan sedap. Apalagi memasaknya masih menggunakan cara tradisional menggunakan
pawon dengan kayu bakar. Cara seperti itu, diyakini menjadikan cita rasa masakan
lebih sedap aromatik.
Menurut Mbak Jumiyati, tumpang
koyornya
masih mempertahankan resep otentik warisan Mbah Rakinem—ibunya. Mbah Rakinem
sendiri mulai berjualan tumpang koyor sejak tahun 1950 dengan cara berjualan keliling. Berangkat dari
rumahnya di Jalan Nakula Sadewa II No. 13 Kembangarum, menuju ke pasar.
![]() |
Mbah Rakinem (kanan) semasa hidupnya. (Harry Nazarudin/Mytrip) |
Menurut Mbak Jumiyati, lima tahun sebelum
ibunya meninggal, ia telah membantu memasak tumpang koyor secara intensif,
sehingga ia tahu betul cara membuat tumpang koyor sesuai resep ibunya. Sehingga
dia menjamin, resep dan cita rasa tumpang koyornya masih otentik sebagaimana tumpang koyor buatan ibunya.
Jumiyati bersyukur, tumpang koyor warisan ibunya
ditetapkan oleh Pemkot Salatiga sebagai salah satu kuliner bersejarah Salatiga.
Sehingga penetapan itu, membuat warungnya terbantu secara publikasi, sehingga menjadi
semakin ramai. Banyak orang dari luar kota yang penasaran dengan menu nasi tumpang koyornya.
Warung Nasi Tumpang Koyor Mbah Rakinem
beralamat di Jalan Nakula Sadewa III No.13, Kembangarum,
Dukuh, Sidomukti, Kota Salatiga. Bila tidak ingin kehabisan, bisa pesan
terlebih dahulu di nomor WhatsApp: 083836186332. (Bersambung)
Baca tulisan berikutnya: Menyantap Soto Esto, Kuliner Bersejarah Khas Salatiga Sejak 1940