GpOpBUdpGSz7TfA0TSG7TpAlTi==

Headline:

Menyantap Soto Esto, Kuliner Bersejarah Khas Salatiga Sejak 1940

Soto esto dengan pelengkap perkedel, tempe goreng, dan aneka sate. (Badiatul Muchlisin Asti)

Tulisan ini adalah bagian kedua dari tiga tulisan memoar saya menjelajah kuliner bersejarah khas Salatiga. Silakan baca bagian pertama bila belum membacanya: Sarapan Nasi Tumpang Koyor Mbah Rakinem, Kuliner Bersejarah Khas Salatiga Sejak 1950 

Di Jawa Tengah, beberapa daerah populer dengan kuliner sotonya, seperti Kudus (soto Kudus), Pati (soto Kemiri), Semarang (soto Semarang), Kebumen (soto Petanahan), Tegal (sauto), Pekalongan (tauto), Boyolali (soto seger), Blora (soto kletuk),  dan lain sebagainya. Salatiga juga memiliki kuliner soto meski tak secara spesifik disebut sebagai soto khas Salatiga.

Ada beberapa soto terkenal di Salatiga, di antaranya soto Parmoso, soto Kesambi, soto Cak Kur, soto Reksa, soto Pak Iket, dan soto Esto. Dua di antara soto yang saya sebutkan itu, masuk ke dalam 10 Kuliner Bersejarah (Culinary Heritage) Salatiga, yaitu soto Kesambi dan soto Esto.

Akhirnya, soto Esto yang saya pilih sebagai destinasi kuliner bersejarah kedua dalam lawatan ke Salatiga kali ini. Setelah jeda sejenak dari menyantap seporsi tumpang koyor Mbah Rakinem, saya memanfaatkan kesempatan meluncur ke Jalan Langensuko—tempat soto Esto berada. Kebetulan jadwal saya mengisi acara literasi bakda zuhur.

Soto Esto Sejak Tahun 1940

Seperti telah saya sampaikan, soto Esto masuk sebagai salah satu dari 10 Kuliner Bersejarah Salatiga (Salatiga Culinary Heritage). Karena itu, selepas tandas menyantap seporsi soto Esto, saya segera menemui Sulasmi—generasi kedua penerus soto Esto. Saya ingin mengulik sejarah soto Esto langsung dari sumbernya.

Berfoto di depan Kedai Soto Esto di Jalan Langensuko 4, Salatiga. (Badiatul Muchlisin Asti)
Menurut Ibu Sulasmi—begitu kemudian saya menyapanya, soto Esto dirintis oleh kedua orangtuanya, Martosetiko dan Sudarmi, sejak tahun 1940. Awal-awal berjualan keliling dan ketika sore hari mangkal sebentar di depan garasi Bus Esto. Lalu pada tahun 1953, mulai berjualan menetap di depan garasi Bus Esto, sehingga kemudian nama sotonya terkenal dengan nama Soto Esto hingga sekarang.

Saat Martosetiko masih berjualan keliling, kelezatan sotonya memikat lidah para kru Bus Esto. Sehingga mereka menjadikan soto itu sebagai langganan. Pelanggan yang semakin ramai—tidak hanya dari kru Bus Esto, membuat pemilik bus memberikan tempat berjualan di depan garasi pada tahun 1953. Sejak saat itu, Martosetiko tak perlu berjualan keliling lagi.

Esto sendiri merupakan nama bagi perusahaan otobus legendaris di Salatiga yang tercatat telah berdiri sejak zaman kolonial Belanda. Purwanti Asih Anna Levi dalam artikel “Esto, Bus Legendaris Salatiga” (Kompasiana, 2/2/2015) menyebutkan, cikal bakal Esto adalah perusahaan transportasi pertama di Salatiga yang didirikan pada 1921 oleh Kwa Tjwan Ing.

Sebuah foto jadul yang memperlihatkan Warung Soto Esto saat masih di depan garasi Bus Esto. (Sejarah Transportasi/Facebook) 
Nama Esto diberikan pada tahun 1923. Esto merupakan singkatan dari Eerste Salatigasche Transport Onderneming (Perusahaan Transportasi Pertama Salatiga). Dari nama tempat mangkal inilah, sekali lagi, nama soto Esto berasal.

Nama itu diberikan oleh para pembeli untuk mempermudah menyebut soto langganan mereka. Jadilah, nama soto Esto tersemat hingga sekarang—meski pada tahun 2009 pindah berjualan ke tempatnya yang sekarang, yaitu di Jalan Langensuko 4 Salatiga atau belakang Grand Wahid Hotel.

Tahun 1991, Soto Esto diwariskan ke generasi kedua, Sulasmi, yang mengelola soto Esto hingga sekarang. Sejarah yang panjang menjadikan soto Esto ditetapkan sebagai salah satu dari 10 kuliner bersejarah Salatiga.

Soto Santan dengan Toping Kerupuk Karak

Soto Esto sendiri adalah soto bersantan dengan kuah berwarna kekuningan—karena penggunaan kunyit dalam bumbunya. Cita rasanya gurih, namun gurihnya lembut dengan rasa rempah yang kuat. Proteinnya menggunakan ayam kampung—yang ini menjadi ciri khas yang tetap dipertahankan.

Soto esto, soto santan dengan toping kerupuk karak. (Badiatul Muchlisin Asti)
Kepada saya, Ibu Sulasmi mengatakan, resep sotonya masih otentik seperti resep dari orangtuanya. Tidak berubah sama sekali. Dalam seporsi soto Esto berisi nasi dengan kuah yang dipadukan dengan suwiran ayam, taoge, kemudian diberi taburan daun seledri. Ciri khas lainnya adalah adanya toping kerupuk karak yang diremuk, sehingga mencuatkan cita rasa sedap yang khas.

Sebagaimana sajian soto pada umumnya, soto Esto juga dilengkapi berbagai lauk sebagai pendamping menyantap soto, yaitu berupa aneka sate seperti sate ayam dan sate telur puyuh; juga gorengan seperti perkedel dan tempe goreng.

Warung Soto Esto buka mulai jam 06.00 hingga jam 13.00. Bila datang dan ingin mencicipi soto Esto usahakan pagi, karena kalau siang bisa jadi sotonya sudah habis. Soto Esto sangat cocok disantap selagi panas atau hangat, sebagai menu sarapan atau makan siang, di tengah kondisi Kota Salatiga yang berhawa dingin.

Selepas dari Soto Esto, saya bertolak menuju Masjid Raya Darul Amal Salatiga untuk menunaikan jemaah salat Zuhur. Setelah itu, bergegas menuju lokasi tempat acara literasi—yang menjadi tujuan utama saya melawat ke Salatiga. (Bersambung) 

Baca tulisan berikutnya: Membeli Getuk Kethek, Oleh-oleh Khas Salatiga yang Ikonis Sejak Tahun 1965

Daftar Isi

 


 


Formulir
Tautan berhasil disalin