Sega golong pecel ayam dan kelengkapannya. Masakan warisan Ki Ageng Selo hasil uji resep. (Phose Studio) |
Saya merencanakan uji resep masakan kegemaran Ki Ageng Selo sudah sangat lama. Saya juga sudah lama menghubungi Erni Iswati, kolega sesama pengurus Komite Ekonomi Kreatif (KEK) Kabupaten Grobogan yang saya kenal jago masak.
Mbak Erni, begitu saya akrab menyapanya, memang piawai
memasak karena selain pengusaha kuliner, dia juga mentor kelas memasak. Namun,
mencari waktu yang pas ternyata begitu susah. Akhirnya, baru pada Ahad sore (1/12/2024),
bertempat di Kedai Soto Segeer Mbak Erni, Depok, Toroh, kami dapat
melangsungkan uji resep itu.
Nama hidangan kegemaran Ki Ageng Selo itu, saya menyebutnya:
sega golong pecel ayam. Hidangan ini dalam tradisi Jawa sesungguhnya sudah
sangat populer karena hidangan ini sudah sering disajikan dalam berbagai adat dan
tradisi masyarakat Jawa.
Bahkan Keraton Yogyakarta juga mentradisikan sega golong
pecel ayam ini.
Bahan-bahan untuk membuat menu sega golong pecel ayam. (Phose Studio)
Tapi saya baru tahu bahwa yang mempelopori dan mentradisikan sega golong ini adalah Ki Ageng Selo, tokoh legendaris asal Grobogan yang lekat dengan folklore bisa menangkap petir dengan tangan kosong.
Sebagai menu tradisi, sega golong tercatat dalam Serat
Centhini. Saya bahkan sempat membaca sebuah artikel yang menyebutkan, tradisi nasi
golong pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Pakubuwana II pada tahun 1744.
Namun, bila merujuk pada literatur yang menyebutkan bahwa Ki Ageng Selo,
yang notabene merupakan leluhur para raja Kesultanan Mataram, telah menggemari
sega golong dan sering mengadakan upacara selamatan dengan menu sega golong,
maka pernyataan yang menyebutkan bahwa Sunan Pakubuwana II yang memperkenalkan
nasi golong menjadi gugur.
Erni Iswati, mentor cooking class, saat proses uji resep menu sega golong pecel ayam kegemaran Ki Ageng Selo. (Phose Studio)
Di dalam buku itu, dikutip pernyataan Djahri, juru kunci
makam Ki Ageng Selo ketika itu, yang menyatakan bawah berdasarkan cerita
turun-temurun dari nenek moyangnya, Ki Ageng Selo mempunyai jenis masakan yang
menjadi klangenan atau kesenangan, yaitu sega golong atau yang lazim
juga disebut sega kepelan.
Sega golong sendiri merupakan nasi yang dibuat bulat-bulat seperti
bola sebesar kepalan tangan. Pelengkapnya berupa sayur menir bayam, pecel ayam,
serta trancam terong.
Proses pembuatan pecel ayam, salah satu kelengkapan sega golong kegemaran Ki Ageng Selo. (Phose Studio) Sayur menir bayam, kelengkapan sega golong kegemaran Ki Ageng Selo. (Phose Studio)
Hidangan dengan kelengkapan seperti itu dulu sering
dihidangkan oleh Ki Ageng Selo saat mengadakan upacara selamatan atau sedekahan
sembari mengumpulkan masyarakat sekitar Selo. Trancam, kelengkapan sega golong kegemaran Ki Ageng Selo yang membuat menu semakin nikmat saat disantap. (Phose Studio)
Analisis saya, boleh jadi hal itu dilakukan Ki Ageng Selo sebagai sebuah cara atau strategi mengumpulkan masyarakat sebagai sarana menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam. Sebagaimana Sunan Kalijaga menggelar pentas wayang untuk mengumpulkan masyarakat dengan tujuan yang sama.
Persis seperti yang pernah disampaikan KRT Abdul Rahim, juru
kunci makam Ki Ageng Selo saat ini, kepada saya dalam sebuah kesempatan bahwa
Ki Ageng Selo merupakan seorang petani dan penyiar Islam yang suka mengumpulkan
saudara-saudaranya untuk bermusyawarah dan mengajarkan ilmu.
Dari tradisi yang dikembangkan Ki Ageng Selo itulah, masakan
sega golong pecel ayam membudaya hingga kini. Sega golong hadir dalam pelbagai
adat dan tradisi masyarakat Jawa, termasuk di lingkup Keraton Yogyakarta.
Menariknya adalah, sega golong dengan kelengkapannya seperti
itu, sarat dengan makna filosofis khas orang Jawa yang memang kental dengan
simbolisme atau perlambang. Saya (kanan) dan kreator konten @Asligrobogan, Teguh Arseno, sempat bercakap tentang masakan kegemaran Ki Ageng Selo berikut filosofinya setelah uji resep. (Phose Studio)
Nasi yang dibentuk bulat melambangkan kebulatan tekad. Jangan
menir bayam melambangkan kebersihan hati dan pikiran dalam menjalani hidup. Sedangkan
pecel ayam dan trancam melambangkan bersatunya jiwa manusia dengan alam.
Saat saya bertemu dan konfirmasi langsung dengan KRT Abdul Rahim soal masakan kegemaran Ki Ageng Selo ini, dia menyatakan, di lingkup makam Ki Ageng Selo, hidangan sega golong masih ditradisikan.
Bila ada peziarah yang punya nazar dan ingin
mengadakan hajatan di kompleks makam Ki Ageng Selo, oleh juru kunci dibuatkan
sega golong beserta kelengkapannya.
Setelah proses uji coba, kami pun mencicipi sega golong
lengkap dengan pecel ayam, sayur menir bayam, dan trancamnya. Hasilnya: enak. Erni Iswati menunjukkan sega golong pecel ayam hasil uji resep yang dilakukannya. (Phose Studio)
Kreator konten kuliner @Asligrobogan, Teguh Arseno, yang ikut menyaksikan dan mencicipi masakan itu juga menyatakan enak. Penguji resep, Erni Iswati, juga menyatakan enak.
Saya bilang, selain faktor penguji resep yang menjadikan
hasilnya enak, konfigurasi bumbu dalam sega golong pecel ayam ini memang logisnya
berpotensi menjadikan sebuah masakan menjadi enak.
Bahkan, saya bilang, masakan warisan Ki Ageng Selo ini, sangat
mungkin bila diangkat menjadi kuliner di resto atau rumah makan. Selain memang
enak, juga agar hidangan penuh filosofi ini bisa dikonsumsi kapan saja
seseorang ingin.
Selain tentu, masakan ini bisa menjadikan khazanah kuliner khas
Grobogan menjadi lebih kaya.